INTERAKSI
SOSIAL MASYARAKAT DESA GIRI ASIH, YOGYAKARTA
Interaksi Sosial Masyarakat
Desa Giri Asih, Yogyakarta
PENULIS : Bayu Dwi Prasetyo
Interaksi sosial merupakan
hubungan-hubungan sosial dinamis yang menyangkut hubungan antar perseorangan,
individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok lainnya. Interaksi sosial
juga terdapat proses sosial, di mana proses sosial itu terjadi
seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial. Proses ini juga memberikan
dorongan kepada orang lain, yang dibalas dengan reaksi secara timbal balik. Dalam
interaksi sosial tidak hanya terdapat proses sosial, tetapi jugaterdapat simbol, di mana
simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya
oleh mereka yang menggunakannya.
Interaksi sosial adalah kunci dalam sendi-sendi kehidupan sosial karena
tanpa berlangsungnya proses interaksi tidak mungkin terjadi aktivitas dalam
kehidupan sosial. Secara sederhana interaksi sosial dapat terjadi apabila dua
orang saling bertemu, saling menegur, saling berkenalan, dan saling
memengaruhi. Pada saat itilah interaksi sosial terjadi. Menurut, Herbert
Blumer sebagaimana dikutip Richard T Schaefer, dalam interaksi sosial
manusia menginterprestasikan atau “mendefinisikan “ tindakan orang lain
daripada bereaksi saja terhadap tindakan orang lain. Artinya, manusia tidak
serta merta merespon dengan bereaksi tanpa sebuah interpretasi dan definisi
pada tindakan orang lain terhadap dirinya. Interpretasi dan definisi itu
berhubungan erat dengan arti yang kita pegang sehingga kemudian kita dapat
merespon tindakan orang lain berdasarkan arti tersebut.
Sedangkan Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah
pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki
sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal
dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna
tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat
terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai
sesuatu.
Dengan pertimbangan arti
tersebut kita selanjutnya merespon tindakan orang lain. Dunia arti
menggambarkan sebuah norma-norma dan nilai budaya dominan dan pengalaman
sosialisasi yang diperoleh dalam sebuah budaya masyarakat. Norma dan nilai yang
tertanam selama pengalaman sosialisasi menjadi pertimbangan dan standar untuk
merespon sebuah tindakan. Penanaman norma dan nilai dibentuk selama interaksi
sosial berlangsung dengan orang lain dan masyarakat yang lebih luas. Melalui
interaksilah segala nilai dan norma masyarakat ditransmisikan, ditanam dan
diserap secara mendalam. Interaksi terlihat dinamis dalam proses sosialisasi.
Interaksi sosial sehari-hari
membentuk sebuah realitas sosial individu dan masyarakat. Kontribusi sosial
mengenai realitas ditanamkan oleh masyarakat. Realitas sosial muncul
berdasarkan persepsi, pertimbangan, evaluasi, dan definisi yang dibuat oleh
kelompok tertentu. Kelompok tersebut memiliki pengaruh yang kuat dalam
“mendefinisikan” realitas sosial terhadap kelompok yang lain. Hubungan antara
kelompok dominan dan kelompok subordinat dalam masyarakat memperlihatkan adanya
pengaruh besar dari kelompok dominan atau mayoritas untuk menentukan nilai yang
dianut masyarakat. Bagi kelompok subordinat sulit untuk menghindar atau menolak
definisi nilai yang ditentukan oleh kelompok dominan atau mayoritas. Untuk itu
tindakan atau perilaku dalam interaksi sosial berkaitan erat dengan konstruksi
arti dan definisi situasi-situasi kelompok mayoritas tertentu.
Bagi kelompok-kelompok
tertentu tak terelakkan untuk melakukan definisi ulang terhadap realitas
sosial. Kelompok yang dianggap subordinat berusaha merekonstruksi kembali
terhadap realitas yang awalnya didominasi oleh kelompok mayoritas. Interaksi
sosial yang terjadi setiap saat dan tiap hari melibatkan orang, arti dan
definsi situasi sosial. Intesitas interaksi sosial berjalan terus menerus dalam
masyarakat. Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau
kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap
pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu
informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang
disampaikan.
Sebagai makhluk individual
manusia mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya
sendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai dorongan sosial.
Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan
mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi.
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang
lain. Oleh karena itu, manusia perlu berinteraksi dengan manusia lainnya.
Interaksi sosial yang menjadi syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas
sosial ini merupakan hubungan sosial yang dinamis. Interaksi sosial menyangkut
hubungan antarperorangan, antarkelompok, atau antara individu dengan kelompok.
Dengan demikian maka akan terjadilah interaksi antara manusia satu dengan
manusia yang lain.
Begitu pun kondisi umum
interaksi sosial pada masyarakat pedesaa. Masyarakat pedesaan selalu memiliki
ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku
keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik
dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian,
dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan
teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”.
Masyarakat pedesaan juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang
kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang
amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari masyarakat dimana pun ia hidup dicintainya serta
mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya
atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai
masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung
jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam
masyarakat.
Masyarakat Desa yang atau juga
bisa disebut sebagai masyarakat religius dilihat dari aspek agamanya. Begitu
pun interaksi sosial yang terjadi di masyarakat desa Giri Asih. Masyarakat desa
Giri Asih ini terpecah belah terhadap berbagai aliran keislaman. Berbagai macam
kepercayaan masuk ke desa Gri Asih ini, ada yang berpegang teguh terhadap agama
Islam berorganisasi Kemuhammadiyahan, ada yang berorganisasi LDII, dan ada yang
berorganisasi Nahdatul Ulama (NU) .
Itulah Eksistensi masyarakat
muslim di Desa Giri Asih. Walaupun begitu, dengan keberadaan berbagai paham
aliran keislaman yang ada, tidak lantas menjadikan masyarakat terpecah belah
atau pun berkonflik. Adanya perbedaan paham keislaman merupakan sebuah realitas
yang tidak dapat dihindarkan, oleh karena itu untuk menyikapi nya, mereka hidup
dengan saling menghargai, dan menghormati. Masyarakat memandang bahwa tujuan
utama dari kehidupan ini adalah untuk menciptakan keseimbangan, keharmonisan,
dan keselarasan, antara sesama manusia, makhluk hidup, alam, juga dengan Tuhan.
Interaksi sosial antar umat
muslim di Desa Giri Asih dalam pluralitas keberagamaan ini adalah interaksi
sosial yang bersifat asosiatif. Kegiatan sosial keagamaan yang dilakukan
masyarakat Giri Asih dijadikan sebagai media interaksi social masyarakat, yang dapat
menyatukan masyarakat. Hal ini tergambar dari pola interaksi sosial antar umat
muslim dalam setiap kegiatan sosial keagamaan. Adapun pola interaksi sosial
masyarakat dalam kegiatan sosial keagamaan berupa: kerjasama, akomodasi, dan
asimilasi.
Pola kerja sama dalam
masyarakat muslim Giri Asih adalah dengan bergotong-royong, yang mana dalam
gotong-royong memerlukan kepaduan peran untuk mencapai tujuan bersama,seperti;
kegiatan sosial keagamaan yang mampu memunculkan kerjasama antar element
masyarakat untuk mensukseskan pelaksanaan kegiatan tersebut. Kemudian pola
interaksi sosial akomodasi, akomodasiyang ada dalam setiap kegiatan sosial
keagamaan merupakan proses penyesuaian terhadap lingkungan yang mampu
menjadikan masyarakat bersatu, dengan adanya kegiatan sosial keagamaan
menjadikan antar umat muslim dalam pluralitas keberagamaan ini melakukan
penyesuaian, sehingga mereka bisa melibatkan diri untuk ikut kegiatan demi
kepentingan bersama, dan upaya agar dapat meredam konflik antar orang perorang
atau pun kelompok.
Pola interaksi sosial
selanjutnya adalah asimilasi, yang berupaya mengurai perbedaan antar umat
muslim dalam pluralitas keberagamaan. Dalam kegiatan sosial keagamaan yang ada,
menjadikan perbedaan sebagai sesuatu yang harus dihargai dan sebuah keindahan
tersendiri. Melalui asimilasi, masyarakat menyadari bahwa perbedaan adalah
sebuah keniscayaan, sehingga melahirkan sikap toleransi terhadap kelompok lain,
dan melahirkan kesadaran bahwa pluralitas keberagamaan merupakan warna
dikehidupan masyarakat, dan dari kegiatan sosial keagamaan inilah dapat
menciptakan kehidupan yang rukun dan harmonis di masyarakat.
Meskipun terjadi hal
keberadaan paham aliran dalam keberagaman pada masyarakat desa Giri Asih. Dari
hal yang positif dapat diambil bahwa dengan berpecah belah agama masyarakat
desa Giri Asih dapat dilihat dari hal yang memperkokoh integrasi sosial
kehidupan masyarakat Desa Giri Asih adalah adanya sistem nilai budaya yang
menjadi panutan bagi masyarakat Giri Asih
sehingga melahirkan kesadaran seperti: adanya kesadaran toleransi terhadap
sesama warga masyarakat, karena kepercayaan yang diyakini masyarakat bersifat
privasi, sehingga tercipta hubungan yang saling menghargai dan menghormati, dan
kemudian adanya kesadaran pluralitas, bahwa hidup ini terdapat berbagai macam
suku, budaya, agama yang berbeda, semua ini diyakini masyarakat sebagai
keniscayaan atau sunatullah, sehingga dengan kesadaran ini
melahirkan sikap tolong menolong dan kepedulian sesama manusia.
Dengan demikian, melihat keharmonisan
dalam masyarakat desa Giri Asih. Haruslah kita contoh dan kita jadikan sebagai
panutan dalam hidup bermasyarakat. Seperti warga masyarakat muslim Desa Giri
Asih tetap menjaga eksistensi keharmonisan dalam pluralitas keberagamaan,
karenanya untuk setiap kegiatan sosial keagamaan pemuda Desa Giri Asih selalu
dilibatkan dalam kegiatan sosial budaya. Nilai-nilai sosial budaya yang telah
tertanam di masyarakat harus dipertahankan, karena dalam era globalisasi ini,
transformasi sebuah nilai-nilai budaya sangat begitu cepat akibat dipengaruhi
oleh budaya lain yang masuk dan kemudian ditiru oleh sekelompok masyarakat,
tanpa mengetahui dampak negatif dari budaya lain tersebut.
Pluralitas keberagamaan yang
ada di Desa Giri Asih merupakan cerminan bahwa dalam setiap perbedaan yang ada,
masyarakat tetap dapat hidup berdampingan dan hidup saling tolong menolong,
tanpa harus menimbulkan sebuah konflik sosial yang ada. Oleh karena itu
diharapkan dengan adanya eksistensi pluralitas keberagamaan
di Desa Giri Asih dijadikan cerminan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk
lebih mengenal, saling menghargai dan saling memahami agar dapat menciptakan
kehidupan yang harmonis, dan meletakkan kesadaran bahwa perbedaan tidak harus
dijadikan sebuah konflik sosial.
Inilah yang harus kita contoh dalam hidup
bermasyarakat dan beragama dalam kehidupan sehari-hari. Saling
menghargai dan bertoleransi dalam beragama.
Referensi :
Ahmadi,
H.Abi. 2007. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Pranowo,
M. Bambang, dkk. 2010. Sosiologi Sebuah Pengantar.
Jakarta : Laboratorium Sosiologi Agama.
Gunawan, Ary H.
2000. Sosiologi Pendidikan . Jakarta : PT Rineka Cipta.
http://luqmanmustofa.blogspot.com/2012/06/interaksi-sosial-di-masyarakat-pedesaan.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar